Membangun Karakter Lewat Media
sindo
Selasa, 25 Desember 2007 12:19 wib
PEMBANGUNAN karakter (character building) kini sedang
dikembangkan dalam dunia pendidikan anak. Menurut Lely, itu merupakan
awal yang bagus agar anak mampu bersikap toleransi dalam kehidupannya.
Menurut dia, pembangunan karakter adalah metode pendidikan yang kerap kali dipakai oleh beberapa sekolah, terutama yang menanamkan ajaran agama tertentu. Metode tersebut menitikberatkan pada contoh perilaku ditunjang dengan literatur seperti buku dan VCD. Pembangunan karakter antara lain diajarkan melalui sikap peduli, sabar, rasa kasih terhadap sesama, termasuk menumbuhkan toleransi terhadap perbedaan di dalam masyarakat.
"Mungkin saja anak akan berlaku baik seperti memiliki toleransi tinggi ketika dia di sekolah karena anak terikat dengan aturan. Tapi, ketika anak di rumah, maka anak kembali ke karakter asal," ungkap Lely.
Karena itu, Lely kembali menegaskan pentingnya pendidikan toleransi yang diberikan kepada anak di rumah. Sebenarnya, cara yang dapat dipakai oleh orangtua bisa dimulai dari hal-hal yang sederhana. Orangtua bisa memasukkan anak ke sekolah yang memiliki latar belakang kebudayaan atau tingkat ekonomi yang berbeda. Atau, orangtua dapat mengikutsertakan anak ke tempat les tari daerah. Karena itu, anak dapat dengan jelas melihat beragam kebudayaan dan menganggap perbedaan bukanlah suatu masalah. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang sering kali diajukan anak kepada orangtua terkait dengan perbedaan yang dilihat anak seharusnya dijawab dengan sejujurnya.
Misalnya, anak yang berasal dari keluarga beragama Kristen melihat seorang muslim sedang melaksanakan ibadah salat. "Orangtua harus menjawab dengan kalimat yang masuk akal. Jangan katakan yang berbeda itu pasti salah. Dengan begitu, anak dapat menyadari bahwa perbedaan itu ada dan menyikapi dengan toleransi," tutur Lely. Fenomena yang terjadi saat ini, lanjut Lely, ialah anak terbiasa membuat kelompok-kelompok pertemanan tertentu. Sementara, anggotanya diseleksi berdasarkan kriteria yang sesuai dengan dirinya. Pada kasus ini, Lely kembali mengingatkan pentingnya peran orangtua untuk menjelaskan kepada anaknya.
Terutama, anak-anak di masa depan dihadapkan dengan era globalisasi yang mengharuskan mereka berhadapan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda. Karena itu, pemahaman keragaman merupakan hal penting bagi masa depan anak-anak. Apalagi kelak jarak antarnegara dan benua sudah didekatkan oleh kemajuan teknologi. Menurut Lely, toleransi membuat seseorang lebih bisa menerima perbedaan. Pada saat seseorang bisa menerima dan memahami perbedaan, akan lebih mudah melangsungkan suatu kerja sama.Toleransi juga akan membuat anak memiliki rasa percaya diri ketika berdiri sejajar dengan orang dari bangsa mana pun.
(mbs)
Menurut dia, pembangunan karakter adalah metode pendidikan yang kerap kali dipakai oleh beberapa sekolah, terutama yang menanamkan ajaran agama tertentu. Metode tersebut menitikberatkan pada contoh perilaku ditunjang dengan literatur seperti buku dan VCD. Pembangunan karakter antara lain diajarkan melalui sikap peduli, sabar, rasa kasih terhadap sesama, termasuk menumbuhkan toleransi terhadap perbedaan di dalam masyarakat.
"Mungkin saja anak akan berlaku baik seperti memiliki toleransi tinggi ketika dia di sekolah karena anak terikat dengan aturan. Tapi, ketika anak di rumah, maka anak kembali ke karakter asal," ungkap Lely.
Karena itu, Lely kembali menegaskan pentingnya pendidikan toleransi yang diberikan kepada anak di rumah. Sebenarnya, cara yang dapat dipakai oleh orangtua bisa dimulai dari hal-hal yang sederhana. Orangtua bisa memasukkan anak ke sekolah yang memiliki latar belakang kebudayaan atau tingkat ekonomi yang berbeda. Atau, orangtua dapat mengikutsertakan anak ke tempat les tari daerah. Karena itu, anak dapat dengan jelas melihat beragam kebudayaan dan menganggap perbedaan bukanlah suatu masalah. Selain itu, pertanyaan-pertanyaan yang sering kali diajukan anak kepada orangtua terkait dengan perbedaan yang dilihat anak seharusnya dijawab dengan sejujurnya.
Misalnya, anak yang berasal dari keluarga beragama Kristen melihat seorang muslim sedang melaksanakan ibadah salat. "Orangtua harus menjawab dengan kalimat yang masuk akal. Jangan katakan yang berbeda itu pasti salah. Dengan begitu, anak dapat menyadari bahwa perbedaan itu ada dan menyikapi dengan toleransi," tutur Lely. Fenomena yang terjadi saat ini, lanjut Lely, ialah anak terbiasa membuat kelompok-kelompok pertemanan tertentu. Sementara, anggotanya diseleksi berdasarkan kriteria yang sesuai dengan dirinya. Pada kasus ini, Lely kembali mengingatkan pentingnya peran orangtua untuk menjelaskan kepada anaknya.
Terutama, anak-anak di masa depan dihadapkan dengan era globalisasi yang mengharuskan mereka berhadapan dengan orang-orang yang memiliki latar belakang berbeda. Karena itu, pemahaman keragaman merupakan hal penting bagi masa depan anak-anak. Apalagi kelak jarak antarnegara dan benua sudah didekatkan oleh kemajuan teknologi. Menurut Lely, toleransi membuat seseorang lebih bisa menerima perbedaan. Pada saat seseorang bisa menerima dan memahami perbedaan, akan lebih mudah melangsungkan suatu kerja sama.Toleransi juga akan membuat anak memiliki rasa percaya diri ketika berdiri sejajar dengan orang dari bangsa mana pun.
(mbs)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar